Tentang pemuda. Sejarah mencatat bahwa di setiap perubahan yang pernah ditorehkan, sosok pemuda acapkali memiliki andil penting di dalamnya. Baik pada tataran lokal, nasional, maupun global.

Pada sejarah gerakan kepemudaan di tanah Nusantara sendiri, dimulai saat pertemuaan para pemuda, di antaranya adalah Dr. Soetomo dan Dr. Wahidin (kini nama keduanya telah diabadikan. nama Dr. Soetomo digunakan oleh salah satu rumah sakit dan universitas di Surabaya dan Dr. Wahidin digunakan oleh salah satu rumah sakit di Makassar). Ada banyak gagasan yang dibicarakan dari kedua tokoh tersebut, yang salah satunya adalah tentang wacana kemerdekaan dari genggaman kolonial. Nah, dari pertemuan tersebut lahir sebuah wadah yang kemudian diberi nama Boedi Oetomo di tahun 1908.

Di tahun yang sama, hal yang serupa juga dilakukan para pemuda yang tengah menempuh pendidikan di negeri kincir angin. Kala itu, gerakan yang dimotori oleh Hatta muda berujung pada pembentukan wadah pemersatu yang diberi nama Indische Veeregening (beralih menjadi Perhimpunan Indonesia setibanya Hatta di kampung halaman). Berkaca dari pristiwa ini, bisa dikatakan bahwa jauh sebelum naskah proklamasi dibacakan oleh Bung Karno, keinginan untuk merdeka sudah terdengar. Singkatnya, dua dekade setelah pertemuan itu, para jong yang tersebar di berbagai pulau menyatu dan mendeklarasikan diri sebagai pemuda Nusantara yang ditandai dengan lahirnya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 saat Kongres Pemuda ke-2 berlangsung. Tercatat bahwa Moehammad Yamin W. R. Sopratman sebagai inisiator kongres tersebut, sekaligus pencetus teks sumpah pemuda dan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu.

Tidak hanya itu saja, keterlibatan pemuda pun terekam sampai sehari sebelum kemerdekaan diproklamirkan. Setelah kekalahan Jepang di penghujung perang dunia kedua akibat jatuhnya atom di Hiroshima dan Nagasaki, beberapa pemuda seperti Soekarni, Chairus Saleh, dan lainnya melakukan penculikan terhadap Soekarno dan Hatta. Mereka mendesak kedua tokoh ini untuk jeli melihat momentum. Mereka beranggapan bahwa seharusnya kemerdekaan segera diproklamirkan tepat pasca mundurnya pasukan negeri matahari itu. Kini pristiwa ini dikenal dengan sebutan Rengasdengklok.

Belajar sejarah tentu tidak hanya diperuntukkan sebagai bahan hafalan di kepala saja. Tujuannya tidak semata untuk menghafalkan nama, peristiwa, dan tahun kejadian. Melainkan untuk meneladani semangat juang para pendahulu. Dari mana, untuk apa, dan kepada siapa hidup mereka persembahkan. Tentunya dalam setiap pembelajaran mengenai sejarah yang pernah kita terima, selalu didapati bahwa sosok pemuda memiliki peranan yang tidaklah pas dikata kecil. Di setiap perubahan selalu melibatkan campur tangan mereka. Jadi, sangatlah wajar jika saat itu Bung Karno dalam pidatonya dengan lantang berkata “Beri aku seribu orang tua, maka akan kucabut Semeru dari akarnya dan beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia.” Sungguh analogi yang begitu tinggi, namun layak menggambarkan betapa luar biasanya pengaruh yang dimiliki oleh seorang pemuda.

Di tanah bugis sendiri, di tahun yang sama dengan kelahiran sumpah pemuda, ada Gurutta Almukarram As’ad. Setelah menyelesaikan studi di kota Mekkah, di usianya yang ke 21 beliau hijrah ke kampung halamannya kota Sengkang. Dengan semangat kepemudaan, beliau membawa perubahan di sekitarnya. Utamanya pada ranah pendidikan keagamaan. Dengan menerapkan metode halaqah (mangaji tudang), melalui didikannya beliau mampu melahirkan murid-murid teladan yang kelak menjadi cikal bakal tumbuhnya pendidikan keagamaan di Sulawesi Selatan. Salah satu murid beliau yang masyhur adalah Gurutta Almukarram Abdurrahman Ambo Dalle.

Masa muda memang dianggap sebagai masa keemasan. Pada fase itu, terdapat energi besar yang jika tepat sasaran akan membawa perubahan positif bagi sekitar. Ini senada dengan sepenggal lirik Bang Haji Rhoma Irama, “masa muda adalah masa yang berapi-api.”

Akan tetapi dewasa ini kita bisa melihat makna muda dari sudut pandang yang lain. Muda bisa saja tidak terpatok pada usia. Usia tidak lagi menjadi tolok ukur seseorang memiliki andil dan pengaruh. Artinya jika ditelisik lebih, hakikat muda adalah energi. Ia adalah semangat yang siapapun bisa memilikinya. Olehnya itu, yang tua pun boleh dikata muda dalam tanda petik, selama memiliki energi untuk merubah.

Nah sebaliknya, jika hari ini ada seorang anak berparas muda tanpa kerut telah kehilangan energi, maka ia pun telah menua sebelum waktunya.

Selamat hari sumpah pemuda, semoga saja sumpahnya tidak tercederai.

 

Penulis :

Loading