Merdeka Belajar: Kampus Merdeka Sejak dari Pikiran, Bukan atas Tuntutan Industri
Menjelang siang, terik matahari perlahan menyengat. Sengatan sinarnya seakan membakar kulit. Kala itu aku menerima ajakan untuk ikut dalam pertemuan dengan pimpinan salah satu lembaga negara di republik ini. Tak pikir panjang, aku mengiyakan ajakan itu. Bergegas menyiapkan diri dan kebutuhan menghadiri pertemuan. Aku belum terbayang apa yang akan dibicarakan.
Di bilangan Kuningan, Jakarta, kami bertiga basa-basi sekadarnya. Tak lama kemudian, sang pimpinan menghubungi bawahannya meminta papan tulis. Obrolan tadi membicarakan keinginan untuk menyiapkan program studi fakultas hukum pada salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah.
Penjelasan Bapak, petinggi lembaga negara ini, memperlihatkan kapasitas dan pengalamannya dalam mengembangkan prodi. Kepiawaiannya menyusun kurikulum juga terlihat dari penguasaan dan penjelasannya menceritakan konsep kurikulum yang nanti diterapkan pada perguruan tinggi itu. Tentu kurikulum yang akan dibuat berbasis Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Pelbagai pengalaman diceriterakan. Konsep tadi kemudian diserahkan kepadaku untuk diejawantahkan dalam kerangka acuan kerja. Dalam bayangan imajinasiku, narasinya kira-kira seperti uraian di bawah ini.
Indonesia sebagai negara hukum yang berkembang kini harus bersiap diri terhadap perkembangan global yang lebih maju dan berdaya saing ketat. Keputusan Amerika Serikat melalui kantor Perwakilan Dagang atau US Trade Representative (USTR) yang merevisi metodologi perhitungan negara berkembang berimplikasi pada berubahnya status Indonesia menjadi negara maju. Indonesia keluar dari daftar negara berkembang bersama dengan negara lain, seperti Tiongkok, India, Brasil, dan Afrika Selatan. Kondisi tersebut mengharuskan Indonesia memiliki perangkat infrastruktur yang aplikatif dan adaptif untuk dapat bersaing dengan negara maju lainnya.
Modal besar Indonesia untuk bersaing dengan negara maju ialah potensi kekayaan sumber daya alam seperti minyak, gas bumi, batu bara, panas bumi, cadangan mineral, serta potensi energi baru dan terbarukan lainnya. Untuk dapat bersaing dalam kancah percaturan ekonomi global negara maju, Indonesia harus memiliki infrastruktur hukum yang berorientasi pada perkembangan revolusi industri 4.0. Suatu era disrupsi yang begitu cepat banyak mengubah tatanan ekonomi, geliat bisnis perusahaan, serta laku sosial. Bahkan era tersebut menghancurkan berbagai perusahan besar yang telah mapan dan mengakar karena tidak mampu beradaptasi dan berinovasi.
Dalam era disrupsi perubahan begitu cepat terjadi. Sebagai contoh, jual beli tidak lagi harus datang ke toko. Transaksi dilakukan secara daring. Hanya dengan sekali klik, barang atau pesanan yang diinginkan datang ke tempat pemesan. Era disrupsi tidak hanya mengubah tatanan ekonomi yang telah pakem, tetapi juga berefek pada sektor perkantoran, pendidikan, hiburan, dan sektor lainnya. Situasi pandemi Covid-19 yang terjadi secara global semakin mendukung salah satu bentuk revolusi industri 4.0 yang dikelola secara virtual itu.
Di sektor pendidikan, pengajaran dan perkuliahan kini banyak dilakukan secara daring, kecuali kegiatan laboratorium yang masih dilakukan secara tatap muka dengan protokol yang ketat. Dalam program studi hukum, untuk menghadapi kenyataan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, diperlukan adanya pengembangan baru terhadap kurikulum pendidikan hukum yang konvensional. Sistem dan kurikulum pendidikan hukum harus dibentuk sesuai dengan perkembangan revolusi industri, perubahan iklim, dan tujuan program pembangunan nasional berkelanjutan. Keharusan untuk mengembangkan kurikulum pendidikan hukum yang lebih modern menjadi landasan pembukaan program studi fakultas hukum di salah satu Perguruan Tinggi Muhammadiyah.
Hadirnya program studi fakultas hukum diharapkan memberikan arah kebijakan serta strategi dalam menyiapkan kompetensi akademik kepada calon penegak hukum, pelayan hukum, notaris dan kurator, serta profesi hukum lainnya agar menjadi ahli yang menjunjung tinggi kode etik profesi hukum. Program studi fakultas hukum ini nantinya diorientasikan akan melahirkan mahasiswa-mahasiswi yang memiliki daya saing dan menjadi pemecah masalah di tengah arus perkembangan globalisasi dan perubahan iklim. Prodi fakultas hukum universitas ini dipersiapkan memiliki lima peminatan atau kosentrasi. Peminatan tersebut adalah Hukum Kesehatan, Hukum Sumber Daya Alam, Hukum Properti, Hukum Masyarakat dan Pembangunan serta Hukum Kemaritiman.
Syahdan dalam perkembangan hari-hari ini aku membaca berbagai hasil diskusi terkait MBKM. Suatu konsep yang diimpor ini memadukan antara kuliah di kampus dan praktek di industri. Konsep tersebut juga mengharuskan mahasiswa untuk menguasai disiplin ilmu lainnya, misalnya si fulan yang berkuliah di prodi hukum harus mengambil satu semester di prodi lain untuk menunjang pengetahuan hukumnya. Berbagai pro dan kontra menandai wacana baru—MBKM—dalam diskursus pendidikan di Indonesia ini. Semoga pemahaman aku tidak keliru.
Penulis :

Lahir di Sinjai, 14 Februari. Hobi membaca, diskusi, dan mengunjugi pameran.