Membaca Literasi
Al-‘ilmu nuurun. Ilmu adalah cahaya. Ilmu membuat kita mampu melihat dunia dari segala sudut pandang. Saya kerap membayangkan asiknya interaksi antar manusia yang dipenuhi dengan perdebatan intelektual melalui amunisi argumen tanpa sentimen. Seperti para filsuf yang saling bantah, kemudian melahirkan kekayaan intelektual yang akhirnya memupuk peradaban.
Memaknai literasi seharusnya bukan sekadar membaca dan menulis. Lebih dari itu. Segala aspek yang dilakukan manusia pada dasarnya adalah literasi. Apa saja yang ada di alam semesta atau bahkan sesuatu yang belum ditemukan oleh ilmuwan, juga literasi. Manusia akan selalu bergerak menuju literasi, meskipun tanpa buku yang selama ini dipandang sebagai instrumen mutlak dunia literasi.
Sederhananya, literasi adalah mengkonsumsi kebudayaan kemudian melahirkan kebudayaan. Kebudayaan memiliki dua kata intisari, yakni budi dan daya yang diartikan dalam Bahasa Bugis “Ampe-Kedo“. Budi dan daya ada di dalam diri kita. Karena itu, tujuan literasi tidaklah semata tulis-hafal nama-nama filsuf dan bercerita dengan bangga tentang pemikiran mereka di forum-forum diskusi. Puncak literasi merupakan kerja-kerja sufistik karena pada akhirnya akan memperhalus budi. Tazkiatun nafs istilahnya dalam dunia sufi. Tentu perubahannya dilihat sikap dan pola pikir sebagai bentuk implementasi dari apa yang dipelajari secara sadar.
Gerak literasi memang dimulai melalui membaca. Kemudian diekspresikan kedalam bentuk kebudayaan. Ingatlah perintah pertama dalam firman-Nya yang Agung, Iqro’. Tentu maksudnya bukanlah semata membaca buku atau lembaran ayat suci saja. Cobalah membaca alam semesta. Membaca hembusan angin yang bertiup menghampirimu, membaca pohon-pohon yang menaungimu, membaca batu-batu yang kamu lalui, bacalah apa saja.
Pertanyaan kemudian muncul setelah membaca, kamu paham tidak? Kamu hayati tidak? Interaksimu dengan manusia lain bagaimana?
Iya. Jadikan membaca itu sebagai bentuk relaksasi diri. Yakinlah membaca akan membuatmu sendiri tanpa merasa sepi. Orang yang terus-menerus belajar adalah kekasih Allah. Kalau Anda merasa bodoh, maka membacalah. Dan kalau Anda merasa pintar, maka perbanyaklah membaca.
Penulis :

Sekarang Aktif sebagai kru di Sampan Institute.