Memaknai Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional
Hari Peduli Sampah pertama kali dicanangkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) Republik Indonesia pada tanggal 21 Februari 2006. Dan menjadi Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati setiap tahunnya hingga saat ini.
Peringatan itu muncul atas ide dan desakan dari berbagai pihak untuk mengenang peristiwa di Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, dimana pada tanggal 21 Februari 2005 sampah menjadi mesin pembunuh yang merenggut nyawa lebih dari 100 jiwa kala itu.
Peristiwa tersebut merupakan tragedi sampah pertama kalinya di Indonesia dan menjadi tragedi sampah terbesar ke-2 di dunia yang menyebabkan 157 jiwa meninggal serta dua perkampungan Cilimus dan Pojok hilang dari peta dunia karena tergulung longsoran sampah yang berasal dari pembuangan akhir. Sebuah tragedi yang terjadi akibat curah hujan yang tinggi dan menyebabkan meledaknya gas metana pada tumpukan sampah.
Fakta sejarah dari tragedi sampah tersebut, menjadi sebuah keharusan untuk diperingati sebagai hari yang memilukan bagi negara kita. Bukan untuk menjadi lebih terpuruk, melainkan untuk dijadikan sebagai sebuah hikmah atas pelajaran sejarah, sehingga bangsa kita disetiap tanggal 21 Februari melakukan refleksi tahunan atas laku hidup untuk mengurangi barang konsumtif yang dapat memperbanyak jumlah sampah.
Persoalan sampah bukan hanya berakibat pada bencana bagi kampung Cilimus dan kampung Pojok Leuwigajah saja. Secara ilmiah, sampah juga menjadi faktor penting terhadap bencana banjir yang terjadi di berbagai wilayah lain di Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampah dengan jumlah yang besar menyimpan potensi menjadi faktor penyebab terjadinya peristiwa banjir.
Peringatan Hari Peduli Sampah Nasional setiap tanggal 21 Februari adalah momentum penting bagi siapapun yang berfikir akan bahaya sampah dan kesehatan lingkungan hidup. Sudah waktunya mulai saat ini untuk tidak hanya melihat dan mendengar persoalan-persoalan sampah. Melainkan memberikan peranan, bagaimana agar populasi sampah dapat berkurang. Sebab ketika sampah tidak mendapatkan perhatian penanganan dari semua pihak, maka sampah yang berasal dari manusia, bisa kembali menjadi boom waktu yang dapat meledakkan bencana bagi manusia itu sendiri.
Mari belajar dari peristiwa Leuwigajah. Ujar-ujar lama yang bunyinya “pantang tertimpa tangga dua kali” harus kita maknai secara mendalam. Sehingga kita sebagai makhluk yang berfikir tidak lagi mengalami peristiwa bencana dari akibat yang sama. Semoga bencana sampah yang datangnya dari dampak kelalaian kita sendiri, tidak lagi terulang kembali.
Sebagai masyarakat biasa, ada beberapa hal konkrit yang dapat kita lakukan dalam memperingati Hari Peduli Sampah Nasional. Antara lain dengan cara konsisten mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. Sebab, bayangkan jika 270, 2 juta jiwa penduduk Indonesia tidak ada waktu rehat untuk meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai? Apa yang terjadi?
Secara sederhana, ketika ada satu orang yang membuang satu sampah plastik ke satu sungai disetiap harinya, maka dalam 10 tahun orang tersebut telah menyumbang 3.600 sampah plastik untuk mendiami sungai tersebut. Nah, apabila ada satu juta orang yang melakukan hal yang sama, maka dalam 10 tahun, ada 3 miliar 600 juta sampah plastik yang berserakan di satu juta sungai Indonesia.
Selama hidup, sudah berapa banyak sampah yang kita hasilkan dan kita buang sembarangan? Apakah kita bagian dari orang yang mengurangi sampah atau justru menambah populasi sampah?
Mari renungi bersama. Sampah sebagaimana demokrasi, munculnya dari rakyat, untuk rakyat, dan kembali kepada rakyat.
Apapun jenisnya, sampah dalam kbbi adalah barang atau benda yang dibuang karena tidak terpakai lagi. Walaupun tidak terpakai, namun sudah ada banyak cara memanfaatkan sampah untuk didaur ulang yang justru dapat bernilai ekonomis. Sudah ada banyak pelaku UMKM yang fokus pada industri kreatif daur ulang sampah.
Namun, penanganan sampah tidak akan maksimal apabila hanya dilakukan secara parsial.
Jika saja konsep pentahelix kolaborasi antara pemerintah, swasta, komunitas, akademisi, dan media dibumikan, hal tersebut akan berdampak positif bagi penanganan dan pengelolaan sampah di Indonesia.
Tapi kapan hal tersebut bisa terjadi? Perlu kesadaran bersama untuk mewujudkannya.
Penulis :

Mahasiswa S1 Kehutanan UHO, Aktivis HMI Cabang Kendari, Founder Komunitas Teras Milenial Sultra