Makhluk Aneh Itu Bernama Manusia
Sejak jutaan tahun lalu, manusia berhasil mencapai puncak hierarki rantai makanan. Bermula dari sasaran empuk hewan liar, manusia dengan kapasitas otaknya berhasil memutar balik keadaan. Tidak cukup hanya berhasil mengeluarkan dirinya dari menu santapan hewan liar, manusia bahkan berhasil menghabisi banyak spesies dari hewan-hewan yang sejak dulu mengintainya. Apakah itu merupakan pencapaian yang apik?
Tak cukup sampai di situ, hutan hijau dan lautan biru pun musti takluk. Dibakar habis, digunduli dan dicemari adalah nasib yang tak terhindarkan. Manusia butuh nikel, maka bumi harus rela digali. Manusia butuh buang limbah, maka laut harus siap untuk dialiri limbah. Manusia butuh lahan, maka hutan hijau harus menyingkir. Manusia dan produk akalnya benar-benar menjadi superioritas di muka bumi. Boleh dikata, nasib bumi dan seisinya tergantung dari suasana hati dan kebutuhan manusia. Hubungan manusia dengan spesies lain bak Tuhan dan hamba. Manusialah yang menentukan harus seperti apa nasib spesies lain.
Setelah bosan mengambil kendali atas spesies lain, manusia mulai mencoba mengambil kendali sesamanya. Benar bahwa saling kalah mengalahkan telah terjadi sejak masa lampau. Tetapi di era kini, perihal kalah mengalahkan makin mengerikan.
Lihat saja disekitaran, betapa banyak orang-orang terlihat cerdas berseliweran. Mereka berbicara bak nabi-nabi yang menyampaikan pesan Tuhan yang Maha benar. Membincangkan ini dan itu. Menentukan salah benar dengan perasaan superior, sembari menyeruput kopinya. Secara tidak langsung membentuk kasta sendiri-sendiri.
Di bidang politik, lebih mencengangkan lagi. Dalam agenda menuju “kursi”, mereka mati-matian menarik simpati. Tak jarang, mereka menciptakan masalah sendiri, lalu hadir sebagai solusi. Ada juga yang mencipta kerusuhan lalu hadir sebagai juru damai. Betapa segala hal diseolah-olahkan.
Memang benar, pada dasarnya manusia membutuhkan citra diri. Karena citra diri ini memiliki peran vital dan menjadi penentu akan terlihat seperti apa manusia sebagai individu. Banyak orang mati-matian, susah-susahan, repot-repotan demi meningkatkan citra diri. Supaya apa? Supaya nilai jualnya naik.
Tiap orang, ada masanya dan tiap masa, ada orang baru. Barangkali, berangkat dari prinsip itu, banyak orang “mempersenjatai” diri dengan sikap-sikap serta gelagat-gelagat yang maha baik. Saya tidak bilang bahwa kita musti selalu penuh curiga terhadap hal-hal yang lewat di depan mata. Tapi apa mau dikata, dunia hari ini memang berjalan seperti itu.
Dalam upaya meningkatkan citra diri, mereka-mereka yang merasa pantas, merasa superior kerap kali merancang kebohongan dan jebakan semaksimal mungkin. Mereka pandai membuat “omong kosong” terlihat berisi dan istimewa. Mereka lihai dan mahir membuat hal tak berguna tampak bermanfaat dan dibutuhkan. Padahal semua hanya ilusi. Semua hanya trik. Kebohongan yang dimaksimalkan.
Maka berhati-hatilah dengan sesamamu. Karena sungguh, manusia adalah makhluk yang jika hilang dari bumi, maka bumi akan menghijau. Maka berhati-hatilah, karena dalam permainan citra diri, karakter busuk pun akan tetap nampak indah dan wangi apabila seseorang lihai dalam permainan citra diri.
Penulis :

Lelaki bertangan kidal yang lahir dan bertumbuh di bumi anoa 24 tahun lalu, tergabung dan aktif dalam lingkaran literasi Rumah Bunyi. Ia adalah lelaki yang tidak menikmati obrolan penuh basa-basi.