Kebenaran yang Hilang, Membaca Pikiran Farag Fouda

( Farag Fouda )

Kebenaran yang hilang merupakan satu judul buku yang fenomenal di masanya, yang ditulis oleh Farag Fouda. Ia merupakan seorang muslim yang kritis atas rencana pemerintahan Kairo, Mesir untuk menjadikan negaranya menerapkan syariat Islam dan lembaga khilafah di tahun 90-an. Namun hal demikian ditantang oleh Farag Fouda karena angan-angan pemerintah Mesir untuk mengembalikan kejayaan Islam serta meniru model kepemimpinan saat sahabat Nabi memimpin umat setelah Nabi wafat, itu dianggap oleh Farag Fouda tidak patut diikuti.

Alasannya ialah di abad ke 7 saat Khulafarasyidin memimpin, tiga diantaranya dibunuh oleh kaumnya sendiri. Sehingga menunjukkan kepemimpinan dengan sistem syariat Islam tidak patut dicontohi karena di masa itu banyak kegagalan dan tidak patut ditiru. Terbukti banyak sejarah yang tidak mau menuliskan sejarah ini. Karena mereka menganggap akan mendapatkan tantangan dari kaum islamis seperti apa yang dirasakan oleh Farag Fouda.

Sekilas Tentang Farag Fouda

Farag Fouda lahir di Kairo tepatnya tanggal 20 Agustus 1945. Beliau merupakan seorang doktor di bidang ekonomi pertanian. Ia banyak aktif di dunia partai politik, tercatat ia pernah bergabung di Wafd dan Partai Istiqlal. Farag Fouda banyak mengkritisi para ulama atau kaum agamawan yang menginginkan penerapan syariat Islam dalam perpolitikan. Karena ke-kritisannya itu, ia dianggap murtad dari Islam dan bahkan dihalalkan darahnya untuk dibunuh. Itu merupakan instruksi atau pernyataan dari sekelompok ulama di Universitas Al-Azhar. Pada tanggal 8 Juni 1992, Farag Fouda dibunuh oleh kelompok Jama’ah Islamiyah sebagaimana perkataan sekelompok ulama dari Al-Azhar.

Pemikiran beliau banyak memberikan pemahaman bahwa, apa yang selama ini didamba-dambakan atas pendirian negara Islam tidak sesuai dengan ekspetasi yang dibayangkan. Sehingga beliau menulis bukunya yang berjudul “Kebenaran yang Hilang” . Dalam buku tersebut Farag Fouda menjelaskan sejarah atas praktik politik dan kekuasaan kaum muslimin, yang selama ini tidak pernah dimunculkan. Sehingga dari pikirannya inilah ia dianggap sebagai seorang yang halal darahnya karena ia merupakan musuh Islam. Untuk menghentikan kritikannya itu, ia dibunuh, ditembak mati di Madnit al-Nasr, Kairo. Bersamaan dengan itu anaknya juga mendapatkan luka serius di tempat yang sama.

Buku "Kebenaran yang Hilang"
( Buku “Kebenaran yang Hilang” )

Pemikiran Farag Fouda

Berawal dari gencarnya kampanye atas pendirian negara Islam di Kairo yang dilakukan oleh sekelompok ulama dari Universitas Al-Azhar. Yang menginginkan kejayaan Islam kembali seperti di masa Nabi dan sahabat dengan penerapan syariat Islam. Hal demikian mengundang kontra dari beberapa orang, diantaranya Farag Fouda. Ia banyak memberikan kritikan terhadap kaum islamis yang akan menerapkan syariat Islam dengan organisasi Khilafah sebagai basisnya. Menariknya, Farag Fouda menjelaskan terkait sejarah yang selama ini orang tidak pernah mengetahuinya. Pada tahun 1990-an sering diperdebatkan masalah hubungan antara agama dan politik. Isu ini menjadi menarik saat dilakukannya debat yang terdiri dari dua kubu yaitu Farag Fouda dan Muhammad Ahmad Khalafallah, kubu yang lain Muhammad al-Ghazali, Ma’mun al-Hudaibi dan Muhammad Imara. Perdebatan itu tentunya berkaitan dengan agama dan politik, dimana isu tersebut mencapai puncaknya ketika gelombang kelompok radikal muncul.

Kelompok ini muncul dengan melakukan teror kepada non-Muslim (gereja), memalak bisnis, meneror pejabat dan sebagainya. Kelompok ini dilakukan oleh jamaah Islamiyah pimpinan Syeikh Umar Abdurrahman yang terkenal dengan serangkaian terornya. Sebagaimana dalam bukunya yang diterbitkan oleh Democaracy Project, Farag Fouda mengatakan ia tidak menyerang Islam, melainkan sejarah dan pemerintahannya. Buku yang ditulis Farag Fouda ini bercerita tentang sejarah, politik, serta pemikiran. Bukan Islam ataupun keyakinan. Sebab khilafah menurut Fouda dalam sejarahnya tidak lebih hanya pemerintahan yang otoriter yang berselubung atas nama agama.

Selain itu, Farag Fouda juga menjelaskan bagaimana di masa pemerintahan Khulafarasyidin banyak meninggalkan sejarah yang kelam. Bagaimana Umar di bunuh oleh tangan umat Islam sendiri yang bersepakat memberontak. Selain itu khalifah Usman juga diperlakukan selayaknya bukan seorang pimpinan muslim. Bagaimana kisahnya di tuliskan oleh Al-Thabari dalam kitabnya Tarikh al-Umam wa al-muluk yang mengatakan mayat Usman harus bertahan selama dua malam karena tidak dikuburkan. Paling parahnya kata Fouda, ketika hendak disholatkan datang beberapa kelompok orang Anshar untuk melarang mereka men-sholatkannya. Mengapa umat Islam tega melakukan kepada orang-orang yang sangat dekat kepada Nabi seperti itu, kesalahan apa yang dilakukan sehingga mereka tidak mendapatkan tempat yang baik.

Farag Fouda mengatakan bahwa prinsip keadilan tidak akan terwujud dengan kebajikan penguasa semata-mata, dan tidak akan juga bersemi dengan kebijakan rakyat dan penerapan syariat. Usman dianggap telah melenceng dari prinsip-prinsip keadilan bahkan dianggap telah keluar dari esensi ajaran Islam yang sesungguhnya. Usman juga memberikan pandangan bahwa dirinya tidak bisa mendapatkan kritikan apalagi sampai diturunkan dari khalifah, sebab tidak ada aturan yang mengatur itu. Atau dengan kata lain, akan seenaknya dalam mengambil kebijakan. Fouda juga mengatakan penerapan syariat islam itu sesungguhnya bukanlah esensi dari Islam. Yang penting dari syariat Islam ialah menetapkan ketentuan ketatanegaraan yang adil dan berkesesuaian dengan semangat Islam. Buku ini menarik untuk dibaca dan diulas untuk menambah pemahaman akan pendirian negara Islam yang memiliki sejarah yang kelam dan disembunyikan oleh banyak orang.

 

Penulis :

Loading