Gitanjali: Tentang Mencari Makna Perjalanan dan Menemukan Cinta yang Sesungguhnya

 

 

“Tuhan itu tak perlu dicari. Tuhan itu sedekat jantung dan detak, seintim denyut dengan nadi.

Tak ada perjalanan yang paling jauh, kecuali perjalanan untuk menemukan diri sendiri.

Dengan cara-cara yang tidak dapat kita terka, terkadang semesta merestui sesuatu yang tak kita duga-duga.

Terkadang … merasakan ada yang hilang, tanpa pernah tahu apa yang telah pergi. Merasakan ada yang kurang, tanpa tahu apa yang telah dimiliki.”

―Gitanjali, Febrialdi R.

Novel ini karya Febrialdi R., menceritakan tentang perjalanan seorang pendaki gunung. Tentang mencari makna perjalanan dan menemukan cinta yang sesungguhnya, Cinta dengan huruf kapital. Ide ceritanya menarik, sangat menghibur, dan ringan dibaca. Buku ini―kalau untuk saya―termasuk buku yang bisa diselesaikan dalam waktu singkat.

Membaca novel ini membuat saya semakin penasaran dengan sensasi mendaki gunung. Selain menceritakan tentang bertualang di gunung, juga mengisahkan keresahan hati seorang pendaki bernama Ed. Ketika dia kehilangan pekerjaan dan adanya konflik dengan kekasihnya, Ine.

Ed kemudian membuat persembahan kepada Ine, ia hendak melakukan pendakian The Seven Summits of Indonesia. Dalam perjalanannya dari puncak ke puncak itulah Ed mengalami hal-hal yang sangat tak terduga.

Di novel ini, saya sangat menyukai percakapan Ed dengan Rima, istri dari Dicky yang juga kawan Ed. Percakapan itu berlangsung saat mereka mengadakan ‘perayaan’ untuk Ed yang hendak melakukan pendakian panjang itu. Percakapan sederhana yang kaya makna, tentang apa yang diharapkan oleh perempuan dalam suatu hubungan. Kejelasan. Saya merasa perlu mengulanginya lagi dengan huruf tebal. Kejelasan.

Mengenai sosok masing-masing tokohnya, kali ini tidak ada yang membuat saya benar-benar jatuh cinta. Dari tiga tokoh perempuan, tidak ada yang membuat saya merasa cocok. Namun, sesebal sebalnya saya dengan tokoh perempuan, saya lebih sebal justru pada Ed. Kelabilan perasaannya itu yang sangat saya sayangkan. Hati memang mudah dibolak-balik, tapi segampang itukah? Tapi ya … seperti itulah karakter dan konflik yang disajikan dalam novel ini.

Oh ya, tokoh perempuan yang paling membuat saya sebal adalah Nina. Namun… ada suatu peristiwa yang menimpanya sehingga membuat perhatian saya begitu fokus pada insiden itu, kejadian itu sukses membuat saya begitu berempati pada Nina, walaupun bukan berarti jadi suka dengan karakternya. Menurut saya, di bagian inilah adegan yang paling menggetarkan hati saya.

Selain perihal cinta, persahabatan yang disajikan dalam novel ini pun begitu kental. Saya sangat kagum dengan hubungan persahabatan yang begitu tulus, baik yang sudah terjalin lama maupun dengan orang yang baru saja ditemui. Bahwa masih ada banyak manusia-manusia baik di dunia ini.

Dan akhirnya… si tokoh utama, Ed, menemukan hikmah dari seluruh perjalanannya itu, jawaban dari pertanyaan untuk apa dia terus mendaki? Apa artinya seluruh pendakian itu? Kesimpulannya, bersyukur kepada Tuhan, jadi manusia yang lebih baik, dan menikmati dengan bijak apa yang telah semesta sajikan.

Usai membaca Gitanjali saya ingin segera membaca Bara yang juga ditulis oleh Febrialdi R. Semoga masih sempat saya laksanakan. 🙂

Penulis :

Loading