Berdirinya Perpustakaan Internasional di Tengah Rendahnya Minat Baca Masyarakat Sulawesi Tenggara

perpus-sultra
Gedung perpustakaan modern bertaraf internasional yang dibangung di Jalan Sao-Sao, Kecamatan Kadia, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara.

Kita sering mendengar istilah buku adalah jendela dunia. Dengan membaca buku kita bisa “berkeliling dunia”. Keliling dunia dalam tanda kutip. Karena raga tidak sungguh-sungguh pergi berjalan-jalan keliling dunia, melainkan jiwa, pikiran, dan imajinasi kita yang melanglang buana.

Membaca membuat pengetahuan akan bertambah. Hal ini akan berdampak pada kualitas hidup, sehingga tak salah bila membaca bisa menjauhkan seseorang dari kebodohan, dan kebodohan akan menghindarkan seseorang dari kemiskinan.

Data dari UNESCO yang dirilis pada tahun 2016 menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya 1 orang yang rajin membaca.  Hingga saat ini, data tersebut terus dijadikan pijakan untuk menunjukkan bagaimana gambaran minat baca di Indonesia. Ditambah dengan riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked oleh Central Connecticut State University yang seakan hadir menjustifikasi dengan menyatakan Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Entah mengapa belum ada perkembangan rilis data terbaru dari kedua lembaga luar tersebut.

Padahal jika diamati, pameran-pameran buku cukup ramai dikunjungi oleh banyak anak muda. Gerakan literasi di berbagai daerah juga tak pernah putus-putus digalakkan. Tak heran jika pendiri Pustaka Bergerak, Nirwan Ahmad Arsuka berani membantah hal tersebut. Menurutnya, masyarakat Indonesia tidak sepenuhnya kurang minat membaca. Musabab itu terjadi karena terbatasnya akses bacaan di masyarakat. Bagaimana mau baca buku kalau bukunya tidak ada atau hanya beberapa?

*

Di Sulawesi Tenggara, salah satu dari lima pilar program pembangunan Gubernur Ali Mazi dan Wakil Gubernur Lukman Abunawas yakni Sultra Cerdas. Program tersebut bertujuan untuk menciptakan generasi yang unggul. Salah satu implementasinya yakni dalam bentuk pembangunan perpustakaan modern bertaraf internasional di Kota Kendari.

Perpustakaan yang disebut-sebut akan menjadi perpustakaan bertaraf internasional itu menelan anggaran sebesar 100 miliar dari APBD Sultra, dengan rincian penggunaan anggaran tahap pertama 28 miliar dan tahap kedua 68 miliar. Studi bandingnya dilakukan dengan kunjungan ke Eropa dan Amerika Serikat. Perpustakaan dengan lantai tujuh tersebut menenggunakan konsep inviting people.  Rencananya, tidak hanya akan menjadi pusat baca bagi masyarakat Sulawesi Tenggara, tetapi juga akan menjadi tempat wisata edukasi.

Peletakan batu pertama mega proyek tersebut dimulai pada 5 Agustus 2019 kemarin. Nampak dari pandangan luar, kontruksi bangunan perpustakaan megah itu mulai rampung direalisasikan. Saat ini telah masuk pada pengerjaan interior dalam. Secara keseluruhan, bangunan ditargetkan rampung dan mulai beroperasi pada Agustus 2021 mendatang.

Nur Saleh, S.Pd., M.M.Pub selaku Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Tenggara pada pertengahan Januari 2021 yang lalu mengatakan, “Kita ingin perpustakaan modern yang ada di Kendari ini menjadi pusat peradaban ilmu pengetahuan di Sultra bahkan Indonesia kedepannya.”

Dua pekan yang lalu (24/02/2021), saya melakukan kunjungan ke Perpustakaan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara. Hendak melihat data kunjungan perpustakaan dalam kurun waktu 4 tahun terakhir. Saya mendapatkan data pada tahun 2017 kunjungan berjumlah 11.000 orang. Sedangkan pada tahun 2018 data pengunjung berjumlah sekitar 11.032 orang, dimana hanya bertambah 32 orang saja dari tahun sebelumnya. Sedang pada tahun 2019, data pengunjung mengalami peningkatan dengan jumlah sekitar 15.114 orang. Sedangkan pada tahun 2020 mengalami penurunan drastis dengan jumlah pengunjung sebesar 8.288 orang.

Jumlah kunjungan masyarakat di Sulawesi Tenggara
(Diperoleh dari Perpustakaan Provinsi Sulawesi Tenggara. Grafis oleh Representasi)

Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Sulawesi Tenggara yang mencapai 2.624.875 jiwa, artinya dalam empat tahun belakangan, angka tertinggi kunjungan dalam satu tahun hanya ada sekitar 0,57% penduduk Sulawesi Tenggara yang berkunjung ke perpustakaan. Atau pada setiap tahunnya, sekitar 99,3% masyarakat Sulawesi Tenggara enggan untuk mengunjungi perpustakaan daerah.

Sebuah angka yang mengejutkan, bukan? Lalu bagaimana dengan aktivitas literasi di Sulawesi Tenggara?

Seperti yang kita ketahui bersama, literasi adalah suatu kegiatan atau aktivitas untuk lebih membudidayakan gerakan membaca serta juga menulis. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjakdibud) pada tahun 2019, Indeks Aktivitas Literasi Membaca (Indeks Alibaca) di Provinsi Sulawesi Tenggara masuk dalam kategori orange.

Dari 34 provinsi, Sulawesi Tenggara menempati peringkat ke 15 terbawah. Aktivitas literasi di Sulawesi Tenggara hanya 34.37, yang artinya masuk dalam kategori literasi yang rendah.

Indeks-Alibaca01
Indeks Alibaca Provinsi menurut Peringkat dari Tinggi ke Rendah
(Hasil tangkapan layar dari data Puslitjakdibud)

Jumlah kunjungan masyarakat Sulawesi Tenggara ke perpustakaan daerah dengan aktivitas literasinya seakan berjalan selaras. Masyarakat enggan berkunjung ke perpustakaan, aktivitas literasi juga turut rendah.

Tak bisa dipungkiri berkembang pesatnya teknologi yang begitu canggih mempengaruhi animo masyarakat untuk mendapatkan atau mecari ilmu pengetahun dan informasi-informasi melalui buku atau rilisan fisik.

Realitas ini menjadi sebuah tantangan berat bagi pemerintah. Apakah perpustakaan berskala internasional tersebut dapat menarik dan meningkatkan minat baca masyarakat ataukah hanya menjadi sebuah bangunan megah untuk memenuhi program kerja dan mendapatkan predikat bapak pembangunan.

Inilah yang menjadi salah satu PR Besar bagi pemerintah Sultra untuk memikirkan ide, gagasan dan langkah apa yang akan dilakukan setelah beton-beton besar perpustakaan baru menancap di tengah Kota Kendari.

Semoga dengan hadirnya perpustakaan modern bertaraf internasional bisa mencetak sumberdaya manusia yang berkualitas dengan wawasan yang begitu luas. Sehingga pilar pembangunan Sultra Cerdas tidak hanya jadi ajang sloganitas blaka.

Penulis :

 

 

Loading